Jaranan Buto menjadi salah satu kesenian Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur selain tarian Seblang dan tarian Gandrung. Tak beda dengan tarian Gandrung dan Seblang, tarian Buto ijo juga merupakan tarian Magis di Banyuwangi. Tarian Buto disebut-sebut sebagai tarian tertua di Banyuwangi.
Sejarah kesenian tari Jaranan Buto berasal dari Dusun Cemetuk, Kecamtan Cluring, Kabupaten Banyuwangi yang berbatasan di wilayah Gambiran. Desa Cemetuk mendapatkan pengaruh Kebudayaan Masyarakat Jawa Mataram berasal dari wilayah Gambiran. Hal tersebut karena masyarakat Gambiran memiliki garis keturunan Mataram. Pengaruh tersebut, lahirlah kesenian Jaranan Buto sebagai Bentuk Akulturasi Budaya yang memadukan Kebudayaan Osing dengan Kebudayaan Jawa Mataram. Jaranan Buto berasal dari nama tokoh legendaris Minakjinggo dulu sebagai Raja Blambangan yang merupakan seseorang berkepala raksasa yang dalam bahasa Jawa disebut Butho. Tarian Jaranan Butho diperankan oleh beberapa orang atau grup dengan riasan wajah dengan kombinasi warna hitam, merah dan putih yang melambangkan keteguhan, pantang menyerah dan suci. Atribut lain dalam tarian ini adalah replika kuda yang memiliki filisofi sebagai sikap kesatria yang tak kenal lelah di berbagai kondisi. Selain itu Tarian jaranan Buto ini menggunakan tata rias muka layaknya seorang raksasa yang lengkap dengan muka merah bermata besar, bertaring tajam, berambut panjang dan gimbal. (www.blogkulo.com)
Perkembangan Kesenian Buto ini sudah semakin berkembang diantaranya variasi kostum, gerakan tarian, dan musik. Dengan seiring perkembangan tarian ini, juga semakin dikenal di mata dunia. Upaya dalam mengenalkan dan melestarikan tarian tersebut yaitu salah satunya melalui Banyuwangi Festival 2020 sebagai event Kepariwisataan yang telah di resmikan di Jakarta oleh Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif , Bapak Wisnutama. Festival Tarian Jaran Buto di agendakan pada 8 Maret 2020.